Sabtu, 30/11/2024 04:58 WIB

Ironis Angka Stunting Indonesia Masih Tinggi

Untuk mencapai angka stunting 14 persen di tahun 2024 sangatlah tidak mudah, namun demikian hal tersebut bukan mustahil untuk dicapai.

Logo Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (Foto: Supianto/ Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengatakan bahwa ironis jika Indonesia mengalami masalah stunting yang cukup tinggi. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa.

Demikian disampaikan Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Rizal Damanik pada acara “Ambasador Talk” bersama Kedutaan Besar Kerajaan Belanda yang diselenggarakan secara virtual (26/8).

"Indonesia adalah negara yang berada di garis khatulistiwa yang memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebetulnya ironis kalau Indonesia mengalami masalah stunting yang cukup tinggi mencapai 27,7%," ujar Rizal.

Rizal mengakui bahwa untuk mencapai angka stunting 14 persen di tahun 2024 sangatlah tidak mudah, namun demikian hal tersebut bukan mustahil untuk dicapai.

"Upaya mengurangi angka stunting perlu dilakukan secara timbal balik melalui hubungan secara vertikal maupun horizontal, yaitu melalui pemerintah maupun tanggung jawab bersama antarmasyarakat," ujarnya.

Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Lambert Grinjs mengatakan, pengentasan masalah stunting tidak bisa dikerjakan sendiri oleh BKKBN. Pasalnya, masalah stunting sangat kompleks.

"Bukan hanya soal pemenuhan gizi tapi dari sisi sanitasi, tempat tinggal, edukasi atau pelajaran bagi remaja untuk dapat mencegah generasi stunting, itu sangat diperlukan. Jadi BKKBN tidak bisa bekerja sendirian, mesti ada lembaga terkait yang membantu menangani itu semua," kata Lambert.

Di kerajaan Belanda, kata Lambert, ada Food Bank yang menjamin ketersediaan nutrisi lengkap, setiap orang tau masalah ini makro nutrisi dan protein. Menurunya orang Belanda memiliki postur tubuh yang tinggi karena diberikan nutrisi lengkap dari sebelum lahir dan setelah melahirkan.

"Nutrisi bayi harus terus diperhatikan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bayi tumbuh atau tidak. Kemudian, kami memastikan di Belanda tahun 1940an ada kelaparan sangat parah, namun saat itu pemberian Air Susu Ibu (ASI) paling penting untuk kelengkapan gizi," imbuh Lambert.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, BKKBN telah menyusun strategi dan rencana aksi nasional, serta menyiapkan perangkat pendukung lainnya untuk melaksanakan amanat tersebut.

"Sebagai upaya pemberantasan gizi buruk dan stunting, BKKBN saat ini sedang mengembangkan DASHAT, sebuah program inisiatif Dapur Sehat untuk mengatasi stunting melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang menyasar ibu hamil, ibu menyusui, balita, calon pengantin dan keluarga dengan risiko tinggi stunting," kata Hasto.

BKKBN juga, lanjut Hasto, sedang menjajaki kerjasama untuk mendirikan Food Bank yang mengumpulkan makanan dari pasar atau lahan pertanian dan perkebunan, supermarket, menyalurkannya ke layanan masyarakat, kemudian mendistribusikan makanan tersebut kepada yang kurang gizi.

"Food Bank juga akan mendukung program DASHAT dengan pemenuhan bahan makanan," terang Hasto.

KEYWORD :

Penurunan Stunting Angka Stunting Indpnesia Kekurangan Gizi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :